Jangankan untuk skala lokal Bali, dalam lingkup nasional sekalipun cuma ada sedikit band yang mampu melewati satu dasa warsa. Superman Is Dead (SID) adalah satu dari segelintir kelompok musik yang sanggup eksis bukan hanya melewati rentang sepuluh tahun tapi juga, hebatnya lagi, dengan personel yang sama, tak berubah, sejak awal berdiri.
Benar, ketika grup lain untuk terus bertahan berdiri tegak harus melalui rangkaian proses bongkar pasang, SID sama sekali tidak. Dari sejak merilis album pertama, Case 15, pada tahun 1997, hingga album ke-4 yang rencananya dirilis pada penghujung 2008; anggotanya ya masih dia-dia lagi: Bobby Kool (biduan, gitar), Eka Rock (bas, vokal latar), serta Jrx (drum). Dan kekompakan trio ini, sejauh yang saya tahu, adalah bukan sekadar kosmetik, “lips service”, semata buat konsumsi publik, dangkal di permukaan saja. Sedemikian solid dan (relatif) seiya-sekatanya hubungan antar personel ini sedari awal, pasti bukan perkara gampang. Berkaca saja pada diri sendiri, evaluasi ke dalam dulu, apa bisa kita konstan menjaga harmoni kekerabatan sebegitu panjang dan lama? Jika anda perkasa bilang, “Tentu bisa”, well, anda patut mega jumawa. Sebab anda termasuk satu dari sejuta yang sukses melakukan itu. Walau begitu, saya berani bilang, anda masih belum sejajar dengan SID karena yang lebih kompleks lagi adalah sungguh tak mudah rapi jali menata kerukunan para seniman. Wih, itu mah susah banget! Jamak diketahui, seniman pada umumnya, dan musisi pada khususnya, adalah sosok anomali, berbeda dengan orang kebanyakan, menjalani hidup dengan caranya sendiri, emosinya liar lagi labil, plus yang pasti: punya ego dengan kadar menjulang. Pendeknya, musisi itu sulit diatur. Baik diatur oleh orang lain maupun mengatur dirinya sendiri. Sudah begitu, silakan amatiran analisis band kawakan nasional yang anda kenal, pelajari dinamikanya, lalu monggo munculkan, ndak usah banyak-banyak, cukup satu institusi saja—yang selevel SID—yang interaksi domestiknya “ijo royo-royo” alias tak pernah gonta-ganti sejak dini hingga kini. Nah, ada tidak? Sampai hari ini, sejauh yang saya tahu: tidak ada, belum ada, susah ada.
Superman Is Dead band photo 02
Berpijak dari situ, dalam konteks Bali, di soal menuju bintang, keserasian koneksitas ke-3 pria penyuka sepeda low rider ini patut dijadikan suri tauladan. Bagaimana mereka berjuang dari bukan siapa-siapa, naik peringkat menduduki klasemen tertinggi blantika musik Pulau Dewata, hingga meraih respek tingkat Nusantara. Dus, jika tiada sengkarut di perjalanan karir, sejengkal lagi predikat “living legend” akan tergapai (indeed, siapa bilang Bali tidak bisa?) Sekali lagi, berpijak dari situ, semangat pantang menyerah macam begitu pantas dicontoh oleh kontingen musisi lokal untuk menolak mati muda serta terus berjuang menggondol mimpi gigantik. Jangan langsung muluk-muluk berharap agar fantasi “go-national” bisa direnggut atau setia digjaya tanpa mutasi anggota, persis SID. Tak usah belum apa-apa sudah berpikir soal distribusi nasional, menyasar label mayor tertentu, agresif menjalin kontak dengan lusinan media massa bergengsi. Mulai saja dengan pembenahan internal. Ambil hikmah dari jaya-wijayanya SID. Berangkat dari 2 titik dulu:
Langganan:
Postingan (Atom)